MATA KULIYAH APRESIASI PUISI
apresiasi puisi
APRESIASI PUISI
1. APRESIASI PUISI IALAH Penghargaan atas puisi sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran dan penikmatan atas karya sastra yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam puisi tersebut .
2. CIRI-CIRI KEBAHASAAN PUISI / MEMAHAMI PUISI
Pemadatan Bahasa
Bahasa dipadatkan agar berkekuatan GAIB artinya memiliki makna yang lebih luas daripada kalimat biasa.Contoh :
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
CayaMU panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi.
Kata kuncinya termangu, sungguh, lilin
Penyair bermaksud menyatakan bahwa cahaya iman dari Tuhan tinggal cahaya kecil di lubuk hati yang siap padam karena kegoncangan iman.
Pemilihan Kata Unik / Khas
Makna Kias/ konotatif
Kata-kata yang penuh dengan penafsiran untuk mengetahui isi/maknanya. Contoh :
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku telah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta
Makna kias di atas mudah dipahami karena diberi penjelasan pada baris berikutnya. Kata pagi diberi penjelasan muda. Kata petang diberi penjelasan batang usiaku sudah tinggi (tua)
Lambang
Dalam puisi lambang yaitu pengantian suatu hal dengan benda lain/hal lain. Jenis – jenis lambang dalam puisi meliputi lambang benda, lambang warna, lambang bunyi, lambang suasana. Contoh :
Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah aku lepaskan
Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tentram , jinak dan sederhana
Bait sepatu yang berat dan nakal dilambangkan jejaka yang belum berumah tangga sedangkan setelah menemukan jodohnya, ia menjadi sandal rumah yang jinak dan sederhana.
Lambang warna hitam melambangkan kesedihan, warna putih = kesucian, warna kuning = kesetiaan, warna biru = harapan, jingga = kebencian. Contoh :
Tapi halusnya putih pergi kembara
Bulan keramik putih tanpa darah
Warna jingga adalah mata Samijo
Menatap ia, menatap amat tajamnya.
Padamkan jingga apimu. Padamkan !
Demi selaput suteraku putih: padamkan!
Lambang bunyi artinya makna khusus suatu alat musik atau perpaduan bunyi – bunyi tertentu yang mempunyai arti tertentu .Contoh:
Seruling di pasir tipis, merdu
Antara gundukan pohon pina
Tembang mengema di dua kaki
Burangrang – Tangkuban Perahu
Jamrut di pucuk-pucuk
Kata seruling dalam tanah Sunda terkenal suara yang meyayat hati/ sendu. Terlebih jika dikaitkan dengan gunung Burangrang ( legenda Lutung Kasarung) dan gunung Tangkuban Perahu (legenda Sangkuriang). Jelas bahwa puisi ini bernada sendu dan kedukaan yang mendalam
Lambang suasana artinya peristiwa / keadaan yang tidak digambarkan seperti apa adanya tetapi diganti dengan yang lain. Contoh :
Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Kata hujan gerimis melambangkan suasana sedih/ duka penulis karena cinta kepada gadis pujaannya tidak direstui/ ditolak oleh orang tuanya/gadis tersebut. Namun cintanya luar biasa bergema dan bergemuruh seperti tambur mainan anak peri dunia yang gaib. Lambang suasana lain misalnya lintang kemukus = bencana, bharatayuda = huru-hara, bulan purnama= indah
Persamaan Bunyi / Rima
Persamaan bunyi yang diulang-ulang menciptakan konsentrasi dan kekuatan bahasa yang disebut daya gaib seperti mantra-mantra. Contoh:
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama -Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Tuhanku
Aku hilang bentuk
remuk
Pengimajinasian Pancaindera
Pengimajinasian ialah kata-kata yang dapat memperjelas/memperkonkret apa yang dinyatakan penulis. Contoh :
Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun karena angin pada kemuning . Ia dengar resah kuda serta langkah pedati.
Irama/ Ritme
Irama = pengulangan bunyi , kata, frasa, kalimat untuk menciptakan keindahan yang teratur. Contoh :
Pagiku hilang / sudah melayang
Hari mudaku / telah pergi
Kini petang / datang membayang
Batang usiaku / sudah tinggi
3. Hal- Hal yang diungkap penyair meliputi Tema, Nada dan Suasana, perasaan dan Amanat
Tema Puisi
Tema = gagasan pokok / pokok permasalahan dari sang penyair. Sedikit banyak pembaca harus tahu latar belakang penulis agar tidak salah tafsir.
Tema bersifat khusus ( diacu dari penulis), objektif (semua pembaca harus menafsir sama), lugas (bukan makna kias). Macam-macam tema misalnya tema ketuhanan, kemanusiaan, cinta, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik social, demokrasi, kesetiakawanan.
3.1.1. Tema Ketuhanan
Tema ini membawa manusia lebih bertakwa dan merenungkan kekuasaan Tuhan.
Doa
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
3.1.2. Tema Kemanusiaan
Tema ini membawa manusia untuk menjunjung tinggi martabat manusia. Manusia harus dihargai , dihormati, diperhatikan hak-haknya secara adil dan manusiawi.
Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
3.1.3. Tema Patriotisme
Tema ini mengajak pembaca untuk meneladani orang-orang yang telah berkorban demi bangsa dan tanah air. Mereka rela mati demi tanah air yang merdeka.
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar lawan banyaknya seratus kali
Pedang kanan, keris di kiri
Berselubung semangat yang tak bias mati
…………………
Maju
Serbu
Serang
Terjang
3.1.4. Tema Cinta Tanah Air
Tema ini mengajak pembaca agar mencintai tanah air/tanah kelahiran / memuji keindahan tanah air.
Tanah Sunda
Ke mana pun berjalan, terpandang
Daerah ramah di sana
Ke mana pun ngembara, kujumpa
Manusia hati terbuka
Mesra menerima……
3.1.5. Tema Cinta Kasih antara Pria dan Wanita
Tema ini mengajak pembaca untuk mengetahui tema cinta berbentuk perkenalan, berkasih-kasihan, perpisahan
Surat Cinta
Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak-anak peri dunia gaib
………….
Wahai dik Narti
Aku cinta kepadamu
3.1.6. Tema Kerakyatan dan Demokrasi
Tema ini mengungkapkan bahwa rakyat memiliki kekuasaan karena rakyatlah yang menentukan pemerintahan suatu negara.
Rakyat
Rakyat ialah kita
Jutaan tangan yang mengayun dalam kerja
Di bumi di tanah tercinta
Jutaan tangan mengayun bersama
Membuka hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga
Mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota
Menaikkan layar menebar jala
Meraba kelam di tambang logam dan batu bara
3.1.7. Tema Keadilan Sosial / Protes Sosial
Tema ini menuntut keadilan bagi kaum tertindas yaitu protes terhadap ketidakadilan di dalam masyarakat yang dilakukan oleh kaum kaya, penguasa, presiden terhadap rakyat jelata.
Sajak Burung-Burung Kondor / Elang
Para tani-buruh bekerja
Berumah di gubug-gubug tanpa jendela
Menanam bibit di tanah yang subur
Memanen hasil yang berlimpah dan makmur
Namun hidup mereka sendiri sengsara
……..
3.1.8. Tema Pendidikan / Budi Pekerti
Tema ini berisi nasihat pada pelajar untuk mempersiapkan diri menyambut masa depan / mendidik remaja agar bermoral yang baik
Menyesal
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku telah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta
1. APRESIASI PUISI IALAH Penghargaan atas puisi sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran dan penikmatan atas karya sastra yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam puisi tersebut .
2. CIRI-CIRI KEBAHASAAN PUISI / MEMAHAMI PUISI
Pemadatan Bahasa
Bahasa dipadatkan agar berkekuatan GAIB artinya memiliki makna yang lebih luas daripada kalimat biasa.Contoh :
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
CayaMU panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi.
Kata kuncinya termangu, sungguh, lilin
Penyair bermaksud menyatakan bahwa cahaya iman dari Tuhan tinggal cahaya kecil di lubuk hati yang siap padam karena kegoncangan iman.
Pemilihan Kata Unik / Khas
Makna Kias/ konotatif
Kata-kata yang penuh dengan penafsiran untuk mengetahui isi/maknanya. Contoh :
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku telah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta
Makna kias di atas mudah dipahami karena diberi penjelasan pada baris berikutnya. Kata pagi diberi penjelasan muda. Kata petang diberi penjelasan batang usiaku sudah tinggi (tua)
Lambang
Dalam puisi lambang yaitu pengantian suatu hal dengan benda lain/hal lain. Jenis – jenis lambang dalam puisi meliputi lambang benda, lambang warna, lambang bunyi, lambang suasana. Contoh :
Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah aku lepaskan
Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tentram , jinak dan sederhana
Bait sepatu yang berat dan nakal dilambangkan jejaka yang belum berumah tangga sedangkan setelah menemukan jodohnya, ia menjadi sandal rumah yang jinak dan sederhana.
Lambang warna hitam melambangkan kesedihan, warna putih = kesucian, warna kuning = kesetiaan, warna biru = harapan, jingga = kebencian. Contoh :
Tapi halusnya putih pergi kembara
Bulan keramik putih tanpa darah
Warna jingga adalah mata Samijo
Menatap ia, menatap amat tajamnya.
Padamkan jingga apimu. Padamkan !
Demi selaput suteraku putih: padamkan!
Lambang bunyi artinya makna khusus suatu alat musik atau perpaduan bunyi – bunyi tertentu yang mempunyai arti tertentu .Contoh:
Seruling di pasir tipis, merdu
Antara gundukan pohon pina
Tembang mengema di dua kaki
Burangrang – Tangkuban Perahu
Jamrut di pucuk-pucuk
Kata seruling dalam tanah Sunda terkenal suara yang meyayat hati/ sendu. Terlebih jika dikaitkan dengan gunung Burangrang ( legenda Lutung Kasarung) dan gunung Tangkuban Perahu (legenda Sangkuriang). Jelas bahwa puisi ini bernada sendu dan kedukaan yang mendalam
Lambang suasana artinya peristiwa / keadaan yang tidak digambarkan seperti apa adanya tetapi diganti dengan yang lain. Contoh :
Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Kata hujan gerimis melambangkan suasana sedih/ duka penulis karena cinta kepada gadis pujaannya tidak direstui/ ditolak oleh orang tuanya/gadis tersebut. Namun cintanya luar biasa bergema dan bergemuruh seperti tambur mainan anak peri dunia yang gaib. Lambang suasana lain misalnya lintang kemukus = bencana, bharatayuda = huru-hara, bulan purnama= indah
Persamaan Bunyi / Rima
Persamaan bunyi yang diulang-ulang menciptakan konsentrasi dan kekuatan bahasa yang disebut daya gaib seperti mantra-mantra. Contoh:
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama -Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Tuhanku
Aku hilang bentuk
remuk
Pengimajinasian Pancaindera
Pengimajinasian ialah kata-kata yang dapat memperjelas/memperkonkret apa yang dinyatakan penulis. Contoh :
Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun karena angin pada kemuning . Ia dengar resah kuda serta langkah pedati.
Irama/ Ritme
Irama = pengulangan bunyi , kata, frasa, kalimat untuk menciptakan keindahan yang teratur. Contoh :
Pagiku hilang / sudah melayang
Hari mudaku / telah pergi
Kini petang / datang membayang
Batang usiaku / sudah tinggi
3. Hal- Hal yang diungkap penyair meliputi Tema, Nada dan Suasana, perasaan dan Amanat
Tema Puisi
Tema = gagasan pokok / pokok permasalahan dari sang penyair. Sedikit banyak pembaca harus tahu latar belakang penulis agar tidak salah tafsir.
Tema bersifat khusus ( diacu dari penulis), objektif (semua pembaca harus menafsir sama), lugas (bukan makna kias). Macam-macam tema misalnya tema ketuhanan, kemanusiaan, cinta, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik social, demokrasi, kesetiakawanan.
3.1.1. Tema Ketuhanan
Tema ini membawa manusia lebih bertakwa dan merenungkan kekuasaan Tuhan.
Doa
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
3.1.2. Tema Kemanusiaan
Tema ini membawa manusia untuk menjunjung tinggi martabat manusia. Manusia harus dihargai , dihormati, diperhatikan hak-haknya secara adil dan manusiawi.
Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
3.1.3. Tema Patriotisme
Tema ini mengajak pembaca untuk meneladani orang-orang yang telah berkorban demi bangsa dan tanah air. Mereka rela mati demi tanah air yang merdeka.
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar lawan banyaknya seratus kali
Pedang kanan, keris di kiri
Berselubung semangat yang tak bias mati
…………………
Maju
Serbu
Serang
Terjang
3.1.4. Tema Cinta Tanah Air
Tema ini mengajak pembaca agar mencintai tanah air/tanah kelahiran / memuji keindahan tanah air.
Tanah Sunda
Ke mana pun berjalan, terpandang
Daerah ramah di sana
Ke mana pun ngembara, kujumpa
Manusia hati terbuka
Mesra menerima……
3.1.5. Tema Cinta Kasih antara Pria dan Wanita
Tema ini mengajak pembaca untuk mengetahui tema cinta berbentuk perkenalan, berkasih-kasihan, perpisahan
Surat Cinta
Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak-anak peri dunia gaib
………….
Wahai dik Narti
Aku cinta kepadamu
3.1.6. Tema Kerakyatan dan Demokrasi
Tema ini mengungkapkan bahwa rakyat memiliki kekuasaan karena rakyatlah yang menentukan pemerintahan suatu negara.
Rakyat
Rakyat ialah kita
Jutaan tangan yang mengayun dalam kerja
Di bumi di tanah tercinta
Jutaan tangan mengayun bersama
Membuka hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga
Mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota
Menaikkan layar menebar jala
Meraba kelam di tambang logam dan batu bara
3.1.7. Tema Keadilan Sosial / Protes Sosial
Tema ini menuntut keadilan bagi kaum tertindas yaitu protes terhadap ketidakadilan di dalam masyarakat yang dilakukan oleh kaum kaya, penguasa, presiden terhadap rakyat jelata.
Sajak Burung-Burung Kondor / Elang
Para tani-buruh bekerja
Berumah di gubug-gubug tanpa jendela
Menanam bibit di tanah yang subur
Memanen hasil yang berlimpah dan makmur
Namun hidup mereka sendiri sengsara
……..
3.1.8. Tema Pendidikan / Budi Pekerti
Tema ini berisi nasihat pada pelajar untuk mempersiapkan diri menyambut masa depan / mendidik remaja agar bermoral yang baik
Menyesal
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku telah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta
APRESIASI PUISI
Seperti bentuk karya sastra lain, puisi mempunyai ciri-ciri khusus. Pada umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.
Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :
1. Membaca puisi berulang kali
2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :
- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.
- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/ kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)
Tahap II : Melakukan pemenggalan
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap III : Melakukan parafrase
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat
pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.
Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi
Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!
Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).
Dengan memperhatikan hasil kerja tahap 1 hingga 5, dapat dikemukakan unsur-unsur intrinsik puisi “Mata Pisau” sebagai berikut :
No.
|
Definisi
|
“Mata Pisau”
|
1
|
Tema : Gagasan utama penulis
yang dituangkan dalam
karangannya.
|
Sesuatu hal dapat digunakan untuk kebaikan (bersifat positif), tetapi sering juga disalahgunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif. Contoh : anggota tubuh, kecerdasan, ilmu dan teknologi, kekuasaan dll.
|
2
|
Amanat : Pesan moral yang ingin
disampaikan penulis
melalui karangannya
|
Hendaknya kita memanfaatkan segala hal yang kita miliki untuk tujuan positif supaya hidup kita punya makna
|
3
|
Feeling : Perasaan/sikap
penyair terhadap
pokok persoalan yang
dikemukakan dalam
puisi.
|
Penyair tidak setuju pada tindakan seseorang yang memanfaatkan sesuatu yang dimiliki untuk tujuan-tujuan negatif.
|
4
|
Nada : Tone yang dipakai
penulis
dalam mengungkapkan
pokok pikiran.
|
Nada puisi “Mata Pisau” cenderung datar, tidak nampak luapan emosi penyairnya.
|
Kecuali keempat point di atas, perlu diperhatikan juga citraan (image) dan gaya bahasa yang terdapat dalam puisi.
I. PENGERTIAN PUISI
Struktur dan ragam puisi sebagai hasil karya kreatif terus-menerus berubah. Hal ini nampak apabila kita mengkaji ciri-ciri puisi pada zaman tertentu yang ternyata berbeda dari ke-khas-an puisi pada zaman yang lain. Di masa lampau misalnya, penciptaan puisi harus memenuhi ketentuan jumlah baris, ketentuan rima dan persyaratan lain. Itulah sebabnya Wirjosoedarmo mendefinisikan puisi sebagai karangan terikat. Definisi tersebut tentu saja tidak tepat lagi untuk masa sekarang karena saat ini penyair sudah lebih bebas dan tidak harus tunduk pada persyaratan-persyaratan tertentu. Hal ini mengakibatkan pembaca tidak dapat lagi membedakan antara puisi dengan prosa hanya dengan melihat bentuk visualnya. Misalnya sajak Sapardi Djoko Damono dan cerpen Eddy D. Iskandar berikut ini :
AIR SELOKAN
“Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit,” katamu pada suatu hari Minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang mengandung – ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir : campur darah dan amis baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
+
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu : “Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu – alangkah indahnya!” Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
(Sapardi Djoko Damono – Perahu Kertas, 1983 : 18)
NAH
Nah, karena suatu hal, maafkan Bapak datang terlambat. Nah, mudah-mudahan kalian memaklumi akan kesibukan Bapak. Nah, tentang pembangunan masjid ini yang dibiayai oleh kalian bersama, itu sangat besar pahalanya. Nah, Tuhan pasti akan menurunkan rahmat yang berlimpah ruah. Nah, dengan berdirinya masjid ini, mereka yang melupakan Tuhan, semoga cepat tobat. Nah, sekianlah sambutan Bapak sebagai sesepuh.
(Nah, ternyata ucapan suka lain dengan tindakan. Nah, ia sendiri ternyata suka kepada uang kotor dan perempuan. Nah, bukankah ia termasuk melupakan Tuhan? Nah, ketahuan kedoknya).
[….]
(Eddy D. Iskandar – Horison, Th. IX, Juni 1976 : 185)
Bentuk visual kedua contoh di atas sama, padahal Sapardi Djoko Damono memaksudkan karyanya sebagai puisi, sedangkan Eddy D.Iskandar memaksudkan karangannya sebagai cerita pendek (prosa). Dengan demikian mendefinisikan puisi berdasarkan bentuk visualnya saja, pada masa sekarang tidak relevan lagi.
Karena sulitnya mendefinisikan pengertian puisi, A. Teeuw dan Culler menyerahkan pada penilaian pembaca. Menurut mereka pembacalah yang paling berhak menentukan suatu karya termasuk prosa atau puisi (Teeuw, 1983 : 6; Culler, 1977 : 138). Pendapat demikian meskipun nampaknya menyelesaikan masalah, namun untuk study keilmuan tentu sangat membingungkan karena tidak ada standar yang pasti.
Kecuali A. Teeuw dan Culler, banyak ahli sastra dan sastrawan, khususnya penyair romantik Inggris, yang berusaha memberikan definisi. Berikut ini adalah beberapa pendapat mereka :
· Altenbernd (1970 : 2), mendefinisikan puisi sebagai the interpretive dramatization of experience in metrical language (pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa bermetrum). Meskipun mengandung kebenaran, namun definisi tersebut tak bisa sepenuhnya diterapkan di Indonesia karena pada umumnya puisi Indonesia tidak memakai metrum sebagai dasar. Jika yang dimaksud metrical adalah ‘berirama’, maka definisi Altenbernd memang bisa diterima, tetapi memiliki kelemahan karena prosa pun ada yang berirama. Sebut misalnya cerpen-cerpen Danarto yang menggunakan kekuatan irama untuk menambah keindahan karyanya.
· Samuel Taylor Coleridge berpendapat bahwa puisi adalah kata-kata terindah dalam susunan yang terindah, sehingga nampak seimbang, simetris, dan memiliki hubungan yang erat antara satu unsur dengan unsur lainnya.
· Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
· Wordsworth memberi pernyataan bahwa puisi adalah ungkapan perasaan yang imajinatif atau perasaan yang diangankan.
· Dunton berpendapat bahwa puisi merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik (selaras, simetris, pilihan kata tepat), bahasanya penuh perasaan dan berirama seperti musik(pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara teratur).
· Shelley mengatakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup manusia, misalnya hal-hal yang mengesankan dan menimbulkan keharuan, kebahagiaan, kegembiraan, kesedihan dan lain-lain.
Dengan meramu pendapat-pendapat di atas, kita dapat mendefinisikan puisi sebagai berikut :
Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat
pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling
berkesan.
|
Setelah kita definisikan apa itu puisi, selanjutnya kita dapat mengungkapkan perbedaan antara puisi dan prosa sebagai berikut :
PUISI
|
PROSA
| |
1
2
3
|
Merupakan aktivitas jiwa yang menangkap kesan-kesan, kemudian kesan-kesan tersebut dipadatkan (di-kondensasi-kan) dan dipusatkan.
Merupakan pencurahan jiwa yang bersifat liris (emosional) dan ekspresif.
Seringkali isi dan kalimat-kalimatnya bermakna konotasi.
|
Merupakan aktivitas menyebarkan (men-dispersi-kan) ide/gagasan dalam bentuk uraian, bahkan kadang-kadang sampai merenik.
Merupakan pengungkapan gagasan yang bersifat epis atau naratif.
Pada umumnya bermakna denotasi, walaupun memang ada beberapa karya yang isinya konotasi.
|
II. ANALISIS PUISI BERDASARKAN STRATA NORMA
Puisi merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks yang terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Masing-masing norma menimbulkan lapis norma di bawahnya, yang dijelaskan oleh Rene Wellek sebagai berikut :
Lapis norma pertama adalah lapis bunyi (sound stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar adalah serangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang.
Lapis pertama yang berupa bunyi tersebut mendasari timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti (units of meaning), karena bunyi-bunyi yang ada pada puisi bukanlah bunyi tanpa arti. Bunyi-bunyi itu disusun sedemikian rupa menjadi satuan kata, frase, kalimat, dan bait yang menimbulkan makna yang dapat dipahami oleh pembaca.
Rangkaian satuan-satuan arti tersebut menimbulkan lapis ketiga berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi, misalnya latar, pelaku, lukisan-lukisan, objek-objek yang dikemukakan, makna implisit, sifat-sifat metafisis, dunia pengarang dan sebagainya.
Untuk menjelaskan penerapan analisis strata norma tersebut berikut diberikan sebuah contoh.
CINTAKU JAUH DI PULAU
(Chairil Anwar)
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang terang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata :
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri
1. Analisis lapis pertama (bunyi/sound stratum)
Pembahasan lapis bunyi hanyalah ditujukan pada bunyi-bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu bunyi-bunyi yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Misalnya pada baris pertama puisi di atas ada asonansi a dan u; di baris kedua ada aliterasi s (gadis manis sekarang iseng sendiri). Demikian juga pada bait kedua ada asonansi a (melancar – memancar – si pacar – terang – terasa); dan ada pula aliterasi l dan r (melancar – bulan memancar – laut terang – tapi terasa).
Kecuali asonansi dan aliterasi, terdapat pula rima teratur yang digarap dengan sangat mengesankan oleh Chairil Anwar. Bait 1 dan bait terakhir mempunyai rima yang sama (a b), yang nampaknya mengapit bait-bait di antaranya yang berpola rima a a – bb. Rima konsonan memancar – si pacar dipertentangkan dengan rima terasa – padanya yang merupakan bunyi vokal. Rima kutempuh – merapuh (konsonan) dipertentangkan dengan rima vokal dulu – cintaku.
Rima yang berupa asonansi dan aliterasi pada puisi di atas berfungsi sebagai lambang rasa (klanksymboliek) sehingga menambah keindahan puisi dan memberi nilai rasa tertentu.
Asonansi
|
Pengulangan bunyi vokal pada sebuah baris yang sama.
|
Aliterasi
|
1. Pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan.
2. Sajak/rima awal.
|
2. Analisis lapis kedua (arti/units of meaning)
Dalam kegiatan menganalisis arti, kita berusaha memberi makna pada bunyi, suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi. Sebagai contoh, berikut ini adalah analisis makna per kalimat, per bait dan akhirnya makna seluruh puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’.
Bait I Cintaku jauh di pulau berarti kekasih tokoh aku berada di pulau yang jauh. Gadis manis sekarang iseng sendiri artinya sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku.
Pada bait II, si tokoh aku menempuh perjalanan jauh dengan perahu karena ingin menjumpai kekasihnya. Ketika itu cuaca sangat bagus, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.
Bait III menceritakan perasaan si aku yang semakin sedih karena walaupun air terang, angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya (Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke pangkuanku saja”).
Bait IV menunjukkan si aku putus asa. Demi menjumpai kekasihnya ia telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang membawanya akan rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya sebelum ia bertemu dengan kekasihnya.
Bait V merupakan kekhawatiran si tokoh aku tentang kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian yang sia-sia.
Setelah kita menganalisis makna tiap bait, kita pun harus sampai pada makna lambang yang diemban oleh puisi tersebut. Kekasih tokoh aku adalah kiasan dari cita-cita si aku yang sukar dicapai. Untuk meraihnya si aku harus mengarungi lautan yang melambangkan perjuangan. Sayang, usahanya tidak berhasil karena kematian telah menjemputnya sebelum ia meraih cita-citanya.
3. Analisis lapis ketiga (objek-objek, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’ dan lain-lain)
Lapis arti menimbulkan lapis ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’, makna implisit, dan metafisis.
Pada puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’, objek yang dikemukakan adalah cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu, angin, bulan, air laut, dan ajal. Pelaku atau tokohnya adalah si aku , sedang latarnya di laut pada malam hari yang cerah dan berangin.
Jika objek-objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dalam puisi digabungkan, maka akan menghasilkan ‘dunia pengarang’ atau isi puisi. Ini merupakan dunia (cerita) yang diciptakan penyair di dalam puisinya.
Contoh, berdasarkan puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’ kita dapat menuliskan ‘dunia pengarang’ sebagai berikut :
Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang jauh. Karena ingin menemuinya, pada suatu malam ketika bulan bersinar dan cuaca bagus, si aku berangkat dengan perahu. Akan tetapi, walaupun keadaan sangat baik untuk berlayar (laut terang, angin mendayu), namun si aku merasa ia tak akan sampai pada kekasihnya itu. Pelayaran selama bertahun-tahun, bahkan sampai perahunya akan rusak, nampaknya tidak akan membuahkan hasil karena ajal lebih dulu datang. Ia membayangkan, setelah ia mati kekasihnya juga akan mati dalam kesendirian.
Ada pula makna implisit yang walaupun tidak dinyatakan dalam puisi namun dapat dipahami oleh pembaca. Misalnya kata ’gadis manis’ memberi gambaran bahwa pacar si aku ini sangat menarik.
Dalam puisi tersebut terasa perasaan-perasaan si aku : senang, gelisah, kecewa, dan putus asa.
Kecuali itu ada unsur metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak dapat mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu. Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia belaka.
ooo
III. ANALISIS BERDASARKAN STRATA NORMA, SEMIOTIK, DAN FUNGSI ESTETIK
Menganalisis puisi tidak cukup berdasarkan strata norma saja. Agar analisis lengkap dan mendalam, perlu menggabungkan analisis strata norma dengan analisis semiotik dan fungsi estetik setiap unsur yang membangun puisi tersebut.
Analisis semiotik memandang karya sastra, dalam hal ini puisi, sebagai sistem tanda yang bermakna. Tiap-tiap fenomena (unsur puisi) diyakini mempunyai makna atau arti, sehingga menganalisis puisi sampai menemukan makna yang dimaksud merupakan suatu keharusan. Kecuali itu fungsi estetik setiap unsur dalam puisi juga perlu dibahas.
Menganalisis puisi berdasarkan strata norma yang dihubungkan dengan semiotik dan fungsi estetik, pada umumnya menyangkut masalah bunyi dan kata.
1. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Kecuali itu bunyi juga bertugas memperdalam makna, menimbulkan suasana yang khusus, menimbulkan perasaan tertentu, dan menimbulkan bayangan angan secara jelas.
Demikian pentingnya peranan bunyi dalam puisi, sehingga dalam perjalanannya ada puisi-puisi yang sangat menonjolkan unsur bunyi. Misalnya saja Sajak Hugo Bal yang diterjemahkan dengan judul ‘Ratapan Mati’, secara keseluruhan hanya berupa rangkaian bunyi ‘kata-kata’ tanpa arti. Bahkan di Indonesia pada masa lampau dikenal bentuk puisi mantera dan serapah yang memanfaatkan kekuatan bunyi. Di masa modern ini, dipelopori Sutardji Calzoum Bachri, muncul puisi-puisi yang menomorsatukan peranan bunyi. Dalam hal ini bunyi-bunyi yang dipakai disusun sedemikian rupa, sehingga menimbulkan daya evokasi (daya kuat untuk membentuk pengertian). Contoh :
SEPISAUPI
(Sutardji Calzoum Bachri)
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyi
Walaupun puisi di atas seolah-olah merupakan permainan bunyi belaka, namun jika kita teliti, bunyi-bunyi yang dipakai oleh Sutardji ternyata diolah dengan sangat baik, sehingga memiliki daya evokasi.
Berikut ini dikemukakan fungsi bunyi dalam mendukung suasana, perasaan, dan imaji pada puisi.
Efoni (euphony) : bunyi yang merdu dan indah.
|
Vokal a, i, u, e, o
Konsonan bersuara b, d, g, j
Bunyi liquida r, l
Bunyi sengau m, n, ng, ny
Bunyi aspiran s, h
|
Suasana mesra, penuh kasih sayang, gembira, bahagia.
|
Kakofoni (cacophony) : bunyi yang tidak merdu, parau
|
- Dominasi bunyi-bunyi k, p, t, s.
- Rima puisi sangat tidak teratur
|
Suasana kacau, tidak teratur, tidak menyenangkan.
|
Vokal e, i
Konsonan k, p, t, s, f
|
- Perasaan riang, kasih, suci
- imaji : kecil, ramping,
ringan, tinggi.
| |
Vokal a, o, u
Konsonan b, d, g, z, v, w
|
- Perasaan murung, sedih,
gundah, kecewa.
- imaji : bulat, berat, besar,
rendah.
|
2. Kata
Walaupun ada penyair yang menonjolkan bunyi dan mengabaikan peranan kata dalam puisi ciptaannya (misalnya Sajak Hugo Bal), namun tidak dapat dipungkiri bahwa kata sampai saat ini masih merupakan sarana yang sangat penting dalam penciptaan puisi. Bagaimanapun juga, pada umumnya penyair mencurahkan pengalaman jiwanya melalui kata-kata.
Dalam menganalisis puisi, perlu dibahas arti kata dan efek yang ditimbulkannya, misalnya arti denotatif, arti konotatif, kosa kata, diksi, citraan, faktor ketatabahasaan, sarana retorika, dan hal-hal yang berhubungan dengan struktur kata atau kalimat puisi.
Kata-kata yang digunakan oleh penyair disebut Slamet Mulyana sebagai kata berjiwa. Dalam kata berjiwa ini sudah dimasukkan unsur suasana, perasaan-perasaan penyair, dan sikapnya terhadap sesuatu.
Nampaknya penyair mempergunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-hari. Ini terjadi karena puisi sebagai ungkapan jiwa. Penyair menghendaki agar pembaca dapat turut merasakan dan mengalami seperti apa yang dirasakan penyair. Misalnya saja sajak Toto Sudarto Bachtiar berikut ini :
PAHLAWAN TAK DIKENAL
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dalam bait puisi tersebut, kata-kata yang dipergunakan menyiratkan pancaran sikap sopan dan rasa hormat kepada pahlawan. Apabila dikatakan ia mati tertembak, rasanya kurang hormat meskipun hakikatnya sama saja dengan kalimat …dia terbaring, tetapi bukan tidur. Demikian juga diksi Sebuah lubang peluru bundar di dadanya memberi gambaran tentang kematian yang indah dan bersih. Padahal kenyataannya pastilah tidak seperti itu. Tentu ada darah yang berlepotan, tidak tersenyum melainkan menyeringai kesakitan. Penyair menggunakan pilihan kata tersebut sebagai ungkapan jiwanya yang menghargai pengorbanan pahlawan. Kalimat Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang menyatakan keikhlasan sang pahlawan dalam membela tanah air sampai titik darah penghabisan.
Untuk memaksimalkan kepuitisan karya, biasanya penyair memanfaatkan kemampuannya dalam memilih kata setepat mungkin, memasukkan kata-kata/kalimat yang konotatif dan mempergunakan gaya bahasa tertentu.
Pilihan kata penyair sangat membantu imajinasi pembaca. Semakin konkret kata-kata dalam puisi, semakin tepat citraan yang ditimbulkannya. Misalnya pada salah satu bait puisi ‘Balada Penyaliban’ karya W.S. Rendra tertulis Tiada mawar-mawar di jalanan / tiada daun-daun palma / domba putih menyeret azab dan dera / merunduk oleh tugas teramat dicinta / dst.
Kata menyeret merupakan gaya bahasa yang mengkonkretkan seolah-olah ‘azab’ dan ‘dera’ dapat dilihat dan terasa berat. Hal itu memberi citraan penglihatan dan perasaan yang sangat dalam. Pembaca seolah-olah melihat sendiri jalanan yang kering tanpa tumbuhan dan sosok Yesus yang digambarkan sebagai domba putih yang tertatih-tatih menyeret beban amat berat. Dengan demikian, untuk ‘menghidupkan’ puisi, penyair dapat memanfaatkan gaya bahasa (misalnya personifikasi, metafora, hiperbola dan lain-lain) dan pilihan kata yang tepat.
Ada puisi-puisi yang kosakatanya diambil dari bahasa sehari-hari. Hal tersebut memberikan efek gaya yang realistis. Sebaliknya, penggunaan kata-kata indah memberi efek romantis.
Setelah menganalisis puisi tahap demi tahap, kita dapat menyimpulkan tema puisi, amanat/pesan, sikap penyair (feeling) dan nada puisi (tone). Tema adalah ide/ gagasan/pokok masalah yang disampaikan penyair melalui puisinya; amanat/pesan adalah nilai-nilai yang terkandung dalam puisi yang dapat dipetik oleh pembaca; sikap penyair adalah perasaan/sikap penyair terhadap tema yang ‘digarapnya’ dalam puisi (misalnya benci, kagum, antipati, simpati dan lain-lain); nada adalah cara penyair mengemukakan sikapnya (misalnya marah, keras, menyindir, putus asa, riang, penuh kekaguman dan sebagainya)
000
Kumpulan Catatan Mata Kuliah Analisis Puisi
Januari 4, 2011
1. Sekilas Tentang Puisi
Puisi menggabungkan segala hal yang berkaitan dengan makna, emosi, bahasa, dan imaji. Puisi juga berbicara tentang pengamatan dan ide-ide. Belum ada definisi mengenai puisi yang disepakati. Karena, pada intinya puisi dan prosa adalah sama. Hanya tingkat kepadatan dan pemilihan kata yang dapat membedakan itu semua.
Makna dalam puisi berarti setiap pembuatan puisi selalu dilandasi dengan proses pencarian makna seseorang tentang kehidupan ini untuk kemudian dituliskan dalam bentuk bait-bait. Sedangkan, emosi adalah salah satu aspek dalam puisi yang berarti segala hal dalam diri manusia berkaitan dengan perasaan senang ataupun sedih yang dijadikan landasan untuk membuat sebuah puisi. Sementara bahasa dalam proses pembuatan puisi erat sekali kaitannya dengan hakikat manusia yang melakukan proses komunikasi melalui media bahasa. Hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Terakhir imaji, yang merupakan sebuah citraan atau bayangan tentang sesuatu, dapat disebut juga pengandaian terhadap sesuatu yang menjadi latar sebuah puisi dibuat. Imaji adalah “gambaran-gambaran kata” yang sangat konkret, berkaitan dengan panca indera seperti sentuhan, bau, rasa, suara, gerakan, dan terutama apa yang terlihat. Imaji membuat pembaca mendapat pengalaman akan sesuatu dengan jelas. Untuk mengetahui pencitraan dalam puisi, pembaca pertama sekali harus membuat daftar setiap gambaran mental, atau gambaran visual, yang masuk ke dalam pikiran saat ia membaca puisi. Dia kemudian bisa kembali dan menemukan ide-ide lain yang berhubungan dengan sensasi fisik seperti suara, rasa, bau dan sebagainya. Akhirnya, dia bisa kembali dan berpikir tentang semua ide yang mungkin diimplikasikan oleh citra-citra yang berbeda ini untuk mengetahui makna konotatif dalam puisi.
Keempat hal inilah yang kemudian digabung dengan memperhatikan suara dan irama sebuah puisi. Pada sebuah puisi, suara atau bunyi memainkan fungsi estetiknya. Sifat estetik ini berfungsi sebagai salah satu unsur puisi yang digunakan untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Suara, selain sebagai “hiasan” dalam puisi, juga mempunyai fungsi yang lebih penting lagi, yakni untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, atau menimbulkan suasana yang khusus.
Kemudian, irama. Pergantian berturut-turut secara teratur. Suara-suara yang berulang, pergantian yang teratur dan variasi suara yang menimbulkan suatu susunan yang hidup. Gerak tersebut mengalir tak putus-putus. Itulah yang disebut dengan irama. Oleh karena itu, dari unsur-unsur pembentuk puisi yang telah disebutkan di atas, dapat dibangkitkan sebuah sense/indera, yang berkaitan dengan perasaan dan pikiran. Komponen-komponen tersebut bekerja sama membentuk sebuah puisi.
Objek dalam penulisan puisi biasanya bahkan mungkin selalu membuat pernyataan yang sangat rumit dengan menggunakan kata-kata sedikit mungkin. Laurence Perrine mendefinisikan puisi sebagai sejenis bahasa yang mengatakan banyak dan “mengatakannya” lebih intens daripada bahasa biasa. Jadi, dapat dikatakan bahwa setiap kata dan bait dikemas dengan makna-makna. Bahasa puitis dalam puisi memiliki rasa yang sangat kuat.
Seorang penulis puisi berusaha berkomunikasi dengan pembaca dengan kuat. Dia menggunakan unsur-unsur puisi untuk mendapatkan penekanan, agar maksud yang ingin diampaikan dalam karyanya dapat tersampaikan kepada pembaca. Hingga muncul dua pertanyaan mengenai suatu analisis terhadap puisi. Pertanyaan tersebut harus ditanyakan pada pembaca sendiri, yakni, “Apa yang penyair ingin katakan?”, dan “Bagaimana penyair mencoba mengatakan itu?.”
2. Analisis
Analisis adalah sebuah proses decoding, atau sebuah proses penerjemahan dari kode-kode yang ada. Dalam analisis puisi, hal ini berarti proses penerjemahan kode-kode yang terdapat dalam puisi, agar puisi bersama makna-makna yang ada di dalamnya dapat terkomunikasikan dengan baik kepada pembaca. Hal ini karena, dalam sebuah puisi, seorang penyair tidak akan pernah menyampaikan maksudnya secara langsung kepada pembaca. Mereka menggunakan berbagai cara dan alat untuk menyampaikan maksudnya tersebut secara “tidak biasa”. Kombinasi-kombinasi antara hal-hal inilah yang akhirnya membentuk sebuah kode dalam suatu karya. Analisis yang dilakukan adalah dengan melihat unsur-unsur seperti citra, metafora, bahasa puitis, skema rima, dan seterusnya. Hal ini dilakukan untuk melihat bagaimana unsur-unsur tersebut bekerja sama dalam menghasilkan pemaknaan dalam puisi.
Hal ini erat kaitannya dengan apa yang biasa dikenal dengan kritik. Kritik berarti menilai kelebihan dan kekurangan sebuah puisi. Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan sebuah kritik terhadap karya sastra, khusunya puisi adalah dengan melihat, “Apakah penyair telah menggunakan elemen-elemen puisi dengan baik, dan apa yang kurang baik?”. “ Apakah penyair berhasil mengungkapkan tema yang ingin diangkatnya?”. Kemudian, “Apakah penyair menulis puisi ‘bagus” atau puisi “agung” menurut standar tertentu?.”
3. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam analisis puisi
Berikut adalah langkah-langkah untuk membaca puisi, hingga kemudian mengeksplorasinya secara lebih dalam :
• Baca puisi lebih dari sekali,
• Gunakan kamus ketika menemukan kata-kata yang kurang dimengerti artinya,
• Baca puisi secara perlahan,
• Perhatikan hal-hal yang ingin dikatakan puisi tersebut, namun jangan terganggu oleh rima dan ritme puisi,
• Terakhir, cobalah baca puisi dengan suara keras. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan rasa melalui suara puisi yang berefek pada maknanya.
• Baca puisi lebih dari sekali,
• Gunakan kamus ketika menemukan kata-kata yang kurang dimengerti artinya,
• Baca puisi secara perlahan,
• Perhatikan hal-hal yang ingin dikatakan puisi tersebut, namun jangan terganggu oleh rima dan ritme puisi,
• Terakhir, cobalah baca puisi dengan suara keras. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan rasa melalui suara puisi yang berefek pada maknanya.
4. Semiotika dalam Puisi (Makna Denotasi dan Konotasi)
Kata-kata dalam puisi memiliki makna denotatif, atau secara literal adalah arti kamus yang mudah dipahami, atau dapat juga didefinisikan dalam bahasa yang sederhana, jelas dan dapat dipahami langsung. Selain itu, kata-kata dalam puisi juga memiliki makna konotatif atau figuratif yang secara singkat dapat diartikan sebagai kata-kata yang memiliki makna tidak spesifik dan tidak langsung. Makna konotatif inilah yang lebih penting dalam sebuah puisi. Makna konotatif atau figuratif sebuah kata berarti apapun yang dimplikasikan oleh kata tersebut selain arti sebenarnya dalam kamus.
Sebagai contoh adalah kata apel. Dalam perspektif makna denotatif, kata apel adalah arti sebenarnya dari buah yang berasal dari pohon apel. Sedangkan hal ini berbeda dalam pemaknaan konotatif. Sebuah apel yang misalkan berwarna merah, bukan berarti apel merah belaka. Namun, itu bisa berarti sebuah symbol yang melambangkan semangat, kesuburan, kemarahan, atau apa pun selain hal-hal tadi yang dapat diasosiasikan dengan warna merah. Kemudian bisa digambarkan sebagai Pohon Kehidupan, bisa melambangkan pengetahuan, Adam dan Hawa (kejatuhan mereka dari surga), panen di musim gugur, tentang pelaranga, tentang Sir Isaac Newton atau Jhonny Appleseed, atau mungkin saja kombinasi dari hal-hal tersebut. Dengan cara inilah, penyair menggunakan kata atau ide dalam sebuah puisi untuk mengekspresikan berbagai ide-ide sekaligus.
Hal ini dilakukan untuk membangkitkan/memperdalam pengalaman pembaca. Jadi, dalam membaca sebuah puisi harus memperhatikan kata-kata yang memiliki dua jenis makna. Kata-kata yang memiliki makna langsung, tetapi juga berarti hal-hal lain. Setiap orang harus melihat kata-kata secara individual maupun frasa dalam puisi melalui proses brainstorming, yaitu, berpikir tentang makna literal, tetapi kemudian mencoba untuk memikirkan setiap ide yang mungkin dibuat tersirat oleh kata atau frasa. Terpenting, kata-kata tersebut tidak berarti sesuatu atau segala sesuatu di dalam puisi. Jadi pembaca harus melihat puisi sebagai sebuah keseluruhan dan mencoba untuk mencari tahu implikasi-implikasi apa yang paling terasa dalam puisi itu.
5. Majas-majas dalam puisi
• Simile adalah perbandingan antara dua hal secara eksplisit, atau jelas dan langsung. Pada dasarnya, terlihat dengan penggunaan kata-kata “seperti”, “seolah-olah”, “tampaknya”, “mirip dengan”, “daripada”, atau “sebagai”. Contoh, “Perempuan itu bergerak seperti ikan”, yang memiliki arti, dia bergerak seolah-olah tidak memiliki beban seperti ikan dalam air. Gerakan perempuan itu tentu anggun dan cair sebagaimana makhluk laut. Dia tampak siap untuk berenang setiap saat”. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa kata perempuan memliki makna sebenarnya, sedangkan ikan, makhluk laut dan gaya ikan adalah makna figuratif atau konotatif.
• Metafora adalah perbandingan yang tidak dibuat secara eksplisit. Artinya, tidak dibuat secara jelas dan langsung serta tidak dibuat dengan memakai kata petunjuk seperti, “seperti” atau “sebagai”. Sebaliknya, metafora adalah sebuah perbandingan tidak langsung antara dua hal yang pada dasarnya tidak mirip. Dalam metafora, kata-kata figuratif digantikan atau diidentifikasi dengan masalah literal, yaitu sesuatu yang dibandingkan. Hal ini dilakukan untuk membuat makna puisi yang lebih kuat. Misalnya, istilah “apel tidak pernah jatuh jauh dari pohonnya” mengandung metafora di mana orang tua atau keluarga (istilah literal) dibandingkan dengan pohon (istilah figuratif), sementara anak-anak (istilah literal) dibandingkan dengan apel (istilah figuratif)
• Personifikasi adalah suatu bentuk metafora dan itu berarti berkaitan dengan hal-hal yang bukan manusia, seperti musim, unsur alam, benda, Negara, dll, dengan mengibaratkan mereka adalah seseorang. Dengan kata lain, personifikasi adalah menyamakan seseorang dengan benda atau sebaliknya.
• Sinekdot adalah cara penamaan sesuatu atau lebih tepatnya kata sebagai sebuah bagian dari sesuatu yang menggantikan keseluruhan. Hal ini dapat dilihat pada kata “seekor”.
• Metonimia adalah cara penyebutan/penamaan sesuatu yang mempunyai hubungan erat dengan penyebutan itu. Sebagai contoh, “Dia datang dari darah sangat baik” penggunaan istilah ” darah ” untuk menggantikan “keluarga”, dan mengungkapkan gagasan bahwa seseorang berasal dari keluarga “baik”, mungkin yang bangsawan. “Darah” dan “keluarga” berhubungan karena keluarga yang terdiri dari orang-orang yang memiliki karakteristik yang mirip; orang memiliki darah, dan orang-orang dalam keluarga yang terkait satu sama lain, seringkali dikatakan memiliki darah yang sama.
• Simbol adalah gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu. Meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun symbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya.
• Alegori adalah narasi atau deskripsi yang memiliki arti kedua di bawah permukaan. Ini juga berarti bahwa di samping permukaan makna puisi itu, ada juga arti yang lebih penting dan lebih dalam.
• Paradoks terjadi bila dua hal yang seharusnya tidak mungkin terjadi pada saat yang bersamaan. Sebagai contoh, adalah mustahil bahwa ada siang dan malam, musim semi dan gugur dulu dan sekarang pada saat yang bersamaan. Sebagai contoh, jika puisi adalah untuk mengatakan bahwa pembicara dari puisi mengalami masa lalu dan sekarang pada saat yang sama, ini mungkin berarti bahwa kenangan dari masa lalu yang begitu hidup bahwa masa lalu tampaknya ada pada saat ini.
• Ironi adalah sebuah situasi di mana suatu hal yang dikatakan, tapi yang dimaksud adalah lain, atau ketika hasil dari sebuah situasi adalah kebalikan dari apa yang diharapkan.
.
http://ahmadilhamdanial.wordpress.com/2011/01/04/kumpulan-catatan-mata-kuliah-analisis-puisi/
SILABUS
Mata Kuliah : Apresiasi Puisi
Bobot Mata Kuliah : 2 SKS
Pembina Mata Kuliah: Abdul
Asmas Iman H./Yayat Rasidi, M.Pd.
A. Tujuan Perkuliahan
Perkuliahan Apresiasi Puisi bertujuan memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam menggauli secara langsung hasil sastra berupa puisi sehingga memiliki pengertian, pemahaman, dan penghayatan, dan penghargaan terhadap puisi.
D. Deskripsi
Perkuliahan Apresiasi Puisi berorientasi pada karya puisi, bukan teori tentang puisi. Dengan demikian, perkuliahan Apresiasi Puisi diarahkan kepada praktik memahami puisi secara langsung, baik melalui pembacaan, penganalisisan, sampai kepada praktik deklamasi. Untuk mampu memahami dan menghayati bahkan sampai menemukan pesan moral dalam puisi, tentu saja harus dibarangi dengan pemahaman secara teoretis. Namun, penekanan utama dalam mata kuliah Apresiasi Puisi yaitu agar mahasiswa sebanyak-banyaknya menggauli karya puisi. Oleh karena itu, fase tertinggi dari kegiatan apresiasi yaitu mahasiswa mampu membuat puisi. Hal ini berkonsekuensi pada pemberian tugas akhir berupa pembuatan puisi.
E. Pertemuan
No. Pertemuan
|
Materi
|
Jumlah Jam Pertemuan
|
Keterangan
|
Tugas K/ P
|
I
|
Pengertian dan Hakikat Apresiasi Puisi
|
1 jam
|
Beri contoh
|
-
|
II
|
Jenis Puisi: Prismatis dan Transparan
|
1 jam
|
Cari dan Analisis
|
Parafrase dan strata norma
|
III
|
Puisi Nalar dan Puisi Indra
|
1 jam
|
Cari, Analisis, dan Bandingkan
|
Panduan apresiasi puisi
|
IV
|
Aliran dalam Puisi dan Implikasi terhadap Karya Puisi
|
1 jam
|
Contoh, Analisis, dan Bandingkan
|
Panduan praktis penulisan puisi
|
V
|
Puisi Mbeling
|
1 jam
|
Contoh, Analisis
|
Panduan praktis musikalisasi puisi
|
VI
|
Pembacaan Puisi Berdasarkan Penjedaan
|
1 jam
|
Contoh, dan Praktik
|
Membuat Puisi (bahas)
|
VII
|
Deklamasi
|
1 jam
|
Penjelasan
|
Puisi di kumpulkan
|
D. Daftar Rujukan
1. Effendi, S. ( ). Apresiasi Puisi. Gramedia
2. Waluyo, Herman J. ( ). Teori Aprersiasi Puisi. Jogja: UGM Press
3. Zeihan . ( ). Puisi Mbeling. Bandung:
4. Sarumapet, Riris Toha K. ( ). Kumpulan Puisi Remaja
5. Dipayana, Agus Arya. ( ). Musikalisasi Puisi untuk Sekolah Menengah.
6. Soleh, Iman. ( ). Pelatihan Membaca Puisi dan Cerpen.
7. Noor, Acep Zamzam. ( ). Penulisan Puisi untuk Sekolah Menengah.
8. Hasim, Abdul. ( ). Diktat Apresiasi Puisi.
Garut, 18 Feb ruari 2012
Pembina Mata Kuliah
Komentar
Posting Komentar